Selasa, 24 November 2020

Keragaman dan Kesederajatan yang Terjadi di Indonesia

Keragaman dan Kesederajatan yang Terjadi di Indonesia


Heterogen adalah salah satu kata yang dapat menggambarkan Nusantara. Sebuah situasi yang tidak mungkin dihindari bagi negara kepulauan seperti Indonesia dalam keragaman budaya, suku bangsa, agama dan bahasa. Di dalamnya terdapat berbagai adat istiadat, norma, hukum, dan juga tata cara berperilaku yang berbeda dari tiap kelompok ke kelompok lainnya. Untuk itu negara Indonesia sangat menjunjung nilai sebuah toleransi di tengah heterogenitas masyarakatnya.

Ada beberapa sisi yang mengakibatkan heterogenitas ini dapat dikatakan baik atau tidak. heterogenitas di Indonesia dapat menjadi pedang bermata dua yang artinya salah satu sisi dapat menguntungkan Indonesia dan sisi lainnya pun dapat merugikan bagi bangsa Indonesia.

Beberapa sisi positif dari ke heterogenitasan bangsa Indonesia adalah

1. Melimpahkan kekayaan budaya sebagai sumber devisa Indonesia.

Tak terelakkan bahwa budaya di Indonesia menjadi salah satu daya tarik utama para wisatawan atau turis asing datang ke Indonesia. Selain untuk belajar, turis asing menyukai sesuatu yang unik dan keunikan itu terdapat di Indonesia. Tentunya hal ini akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia terhadap keanekaragaman budaya yang ada di dalamnya.

2. Keragaman dan kesederajatan membawa toleransi bagi rakyat Indonesia.

Tidak diragukan bahwa keanekaragaman Indonesia dapat menimbulkan kecemburuan antara satu etnis dengan etnis lainnya. untuk itu diperlukan alat pemersatu berupa Pancasila yang merekatkan rakyat Indonesia dalam satu tujuan, asa, dan ideologi. adanya keragaman ini tentunya akan melatih rasa toleransi bagi rakyat Indonesia.

3. Adil

Ketika suatu kesederajatan ada dalam sebuah heterogenitas maka akan timbul perilaku adil di dalamnya. Hal inilah yang selama ini menjadi usaha baik pemerintah maupun masyarakat untuk diwujudkan.

Selain membawa dampak positif keanekaragaman dan kesederajatan yang terjadi di Indonesia juga membawa Indonesia pada hal-hal yang merugikan diantaranya adalah

1. Diskriminasi minoritas 

Diskriminasi adalah salah satu perilaku yang ditunjukkan untuk mengucilkan seseorang atau suatu kelompok. Salah satu contoh adalah diskriminasi pada kelompok masyarakat keturunan Cina di Indonesia. Hal inipun diselesaikan dengan toleransi yang diangkat oleh presiden ketiga Indonesia yaitu Dr. K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. 

2. Kekerasan fisik antar etnis, suku, dan budaya

Selain kaya akan budayanya tentunya Indonesia kaya juga akan suku bangsa. Satu suku dengan suku lainnya memiliki adat kebiasaan dan juga perilaku serta hukum yang berbeda-beda. Adanya ketidakcocokan dalam hal tersebut dapat mengantarkan dalam bentrok antar etnis. Apabila bentrok sudah terjadi maka kekerasan kekerasan fisik pun tidak dapat dielakkan. Hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi negara atas kerusakan fasilitas publik dan mengganggu kenyamanan dan keamanan umum.

3. Kecemburuan si tengah heterogenitasan

Tidak selamanya Indonesia dapat dikatakan sebuah negara yang adil jikalau rakyatnya masih merasa ketidakadilan di negaranya. Ada kalahnya di mana yang kaya akan menang, yang kuat mendominasi, menyingkirkan keadilan bagi rakyat kurang mampu dan minoritas. Hal inilah yang sulit dikendalikan oleh pemerintah. Rasanya pemerintah sudah melakukan yang terbaik bagi keadilan di Indonesia. Namun nyatanya, rakyat masih mengalami ketidakadilan di kehidupan sehari-hari. Baik dari segi pendidikan, infrastruktur pelayanan daerah, hukum, dan politik, belum semua lapisan masyarakat di Indonesia dapat mencicipinya dan hal tersebut menjadi salah satu PR bagi bangsa Indonesia agar dapat mewujudkannya.


Dengan adanya keragaman dan kesederajatan yang terjadi di Indonesia, tidak hanya membawa dampak positif namun juga membawa dampak negatif. Hal inilah yang harus diperhatikan dengan baik, ditata sedemikian rupa agar dapat menjalankan kehidupan berbangsa bernegara sesuai dengan arah tujuan haluan negara.


Sumber reverensi :

Hutomo, Mulyono Sri. 2020. Dampak Positif dan Negatif Adanya Keberagaman Sosial Budaya. Diakses dari https://indomaritim.id/dampak-positif-dan-negatif-adanya-keberagaman-sosial-budaya/ pada 25 November 2020 pukul 13.40 WIB

Sabtu, 24 Oktober 2020

Kecanduan Gawai Pada Anak

 Kecanduan Gawai Pada Anak


Kecanduan Narkoba adalah kasus remaja yang pernah menjadi momok pada masanya. Kali ini muncul kecanduan baru bagi anak yakni kecanduan gawai. Bermain ponsel, smartphone, dan perangkat elektronik lainnya yang mendukung akses pada internet saat ini telah menjadi kasus tersendiri bagi anak-anak yang menjadi perhatian orang tua.

Kecancuan gawai dapat mengakibatkan gangguan jiwa. Kasus ini sering terjadi dengan tingkat pelaporan yang selalu ada pada setiap bulan pada salah satu Rumah Sakit Jiwa di Indonesia salah satunya RS. Grhasia.  Selalu ada rehabilitasi dan pengananganan bagi anak yang terlanjur kecanduan gawai. Anak-anak dengan gangguan jiwa ini merasa tertantang dan akan selalu dalam dunia fantasinya untuk terus bermain dalam bayangan. Hal ini tentunya tidak baik bagi kesehatan. Selain akan merusak jiwa, kecanduan gawai dapat membuat pelakuknya menghindar dari kegiatan sosial, merasa terasingkan, dan tertutup. Pelaku akan menjadi pribadi yang cenderung hidup dalam dunianya sendiri.

Kecanduan gawai pun dapat terjadi akibat beberapa faktor dintaranya hilangnya perhatian dari orang terdekat seperti orang tua atau keterasingan dari lingkungan sekitar. Hal ini juga dapat dilatarbelakangi akibat kasus pembulian yang nampaknya tidak mudah untuk diakhiri di kalangan anak. Apalagi jika ditambah dengan pengaruh tidak baik dari lingkungan atau anak terlanjur mendapat pengaruh buruk lingkungan. Hal ini tentunya sulit untuk dihindari jika hanya diantisipasi dengan menjauhkan anak dari lingkungan sosialnya.

Perlu ada pendampingan khusus dari ahli jiwa atau psikolog bagi orang tua dan anak dengan kecanduan gawai. Apalagi di era digitalisasi saat ini dimana manusia dituntut untuk bisa berkembang bersama terknologi bukan diperbudak teknologi. Seluruh elemen, baik pemerintah, keluarga, masyarakat diharapkan dapat bekerja sama mengurangi angka kecanduan gawai pada anak agar kelak generasi muda dapat menjadi pioner penegak dan pembaharuan bangsa.

Sumber :

Anonim. 2020. Diakses dari https://kominfo.go.id/content/detail/13547/kecanduan-gawai-ancam-anak-anak/0/sorotan_media pada 24 Oktober 2020 pukul 23.50 WIB

Ririn, Radian. 2020. "Gangguan Jiwa Akibat Kecanduan Game Pada Gawai". Hasil Wawancara Pribadi : 22 Oktober 2020 : Rumah Sakit Grhasia.

Peradaban Revolusi 4.0 Untuk Guru Masa Kini

 Peradaban Revolusi 4.0 Untuk Guru Masa Kini

Guru merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan. Seorang yang mempu mengelola kata dan menata hati untuk memberikan ilmu untuk olang lain atau sekedar menyampaikan pengalaman kehidupan. Meskipun kadang dianggap remeh, peran guru dalam kelas mewakili proses pencerdasan suatu bangsa. Murid adalah cerminan pendidikan dari guru. Guru yang bekualitas akan menhasilkan masyarakat yang terdidikan dan generasi yang mumpuni untuk meneruskan estafet pembangunan bangsa.

sumber :gambarzamannow.blogspot.com

Globalisasi sendiri merupakan perubahan tatanan kebiasaan masyarakat yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru. Dimana saat ini guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi kepada muridnya. Dengan adanya kemajuan IPTEK. Guru dituntuk untuk mempelajari dan menguasi IPTEK untuk memberikan pengalaman belajar terbaik untuk muridnya.

                Saya sebagai calon guru biologi sangat tertantang untuk mempelajari proses terbaik dalam rangka mentransfer ilmu pada murid dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang dapat diimplementasikan pada kelas saya nanti. Kesulitan dalam melihat lingkungan maupun objek hidup atau survey lapangan dapat digantikan dengan teknologi AR. Ya, augmented reality dimana teknologi ini akan menampilkan reliata nyata dalam bentuk virtual. Sangat menarik apabila kita dapat menyelam ke Palung Mariana tanpa menggunakan kapal selam atau melihat ular Sungai Amazon tanpa harus takut dimakan. Lalu ujian yang menegangkan dapat digantikan dengan permainan yang menyenangkan dengan bebagai aplikasi belajar saat ini. Pertemuan yang dilakukan secara offline dapat dilakukan secara online dengan teknologi virtual meeting. Menurut saya ini sangat menyenangkan, mudah, dan praktis. Saat ini  kendala terbesar adalah bagaimana mensosialisasikan teknologi ini kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia agar semua anak di Indonesia dapat menikmati kemudahan ini. Pemerataan pendidikan di Indonesia harus terjadi, tanpa mengekang murid yang lebih pandai ataupun mendorong murid yang sulit belajar. Keadaan dimana anak sadar bahwa mereka membutuhkan ilmu harus ditanamkan sedini mungkin sehingga kelak proses belajar akan menjadi proses yang menyenangkan.


Sumber :

Anonim. 2020. Diakses dari https://www.smarteye.id/blog/kegunaan-augmented-reality/ Pada 24 Oktober 2020 pukul 11. 23 WIB 

Ayunda Pinata Kasih. 2020. Diakses dari https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/04/140605771/belajar-dari-covid-19-pakar-ub-peran-guru-tidak-terganti-teknologi?page=all pada @4 Oktober 2020 pukul 23.41 WIB


Korelasi Kebudayaan dan Kesejahteraan Masyarakat

 

Korelasi Kebudayaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Budaya adalah kebiasaan masyarakat yang tumbuh dan berkembang serta terjaga secara turun-temurun. Budaya ini merupakan norma yang lahir atas kehendak suatu kelompok masyarakat dengan mempertimbangkan adat dan kebiasaan kelompok tersebut. Adanya budaya dapat mengeratkan jalinan kekeluargaan dan persahabatan. Budaya juga menjadi salah satu faktor untuk suatu masyarakat agar dapat berkembang. Kemampuan untuk mengolah budaya dapat menjadi kunci utama dalam memajukan kesejahteraan masyarakat.

sumber : biem.co

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan beragam suku bangsa. Dari banyak suku vangsa ini, dapat dilihat bahwa masih diantaranya yang memegang teguh budaya dan adat kebiasaan leluhur. Beberapa bersifat fleksibel dan beberapa diantaranya menolak dengan adanya suatu pembaharuan. Padahal dapat diketahui bahwa pengelolaan budaya yang baik serta terbuka dengan perkembangan zaman dapat menjadi kualitas hidup masyarakat.

Perkembangan globalisasi dan revolusi Industri membawa seluruh masyarakat dunia pada era pembaharuan adalah perlunya perspektif yang lebih luas untuk menyikapi perkembangan dunia yang semakin cepat dan penuh ketidakpastian, yaitu meliputi dimensi sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan, spiritual dan berbagai penerapannya dalam aspek yang lebih rinci lagi

Hal ini pula yang telah dinyatakan oleh Koentjaraningrat (1990) puluhan tahun lalu yang menjelaskan bahwa laju modernisasi dan pembangunan di segala bidang, menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang pesat di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Pergeseran nilai sosial budaya, ekonomi dan politik, telah memporak-porandakan sejumlah besar nilai tradisional yang dahulu merupakan simpul kekuatan yang mengantarkan masyarakat mencapai survive dari waktu ke waktu.

    Dengan toleransi dan pengelolaan yang optimal dari sebuah kebudayaan akan membawa suatu masyarakat dalam suatu kemajuan yang berarti. Hal ini menunjukan bahwa budaya dan tradisi merupakan unsur yang menjadi bagian penting dalam kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Budaya dan tradisi sangat penting untuk dilestarikan dan dikembangkan di era globalisasi budaya saat ini yang faktanya banyak memberikan dampak besar dalam pergeseran budaya dan krisis identitas. Pada sisi lain, budaya dan tradisi merupakan asset yang berpotensi dalam mewujudkan kesejahteraan.


Sumber :

Koentjaraningrat. (1990). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. PT Gramedia Pustaka Utama

Mahmud, Budiman M. 2018. PENGEMBANGAN BUDAYA MENUJU KESEJAHTERAAN BUDAYA : Pelajaran dari Pengembangan Masyarakat di Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat. Sosio Informa : 4(3), 553-566.

Konsep Nasional Pendidikan Tempo Dulu dan Korelasinya dengan Saat Ini

   

sumber :edukasi.kompas.com

Ki Hajar Dewantara
Konsep Nasional Pendidikan Tempo Dulu dan Korelasinya dengan Saat Ini 

 Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang universal dan tak terputus dari generasi ke generasi. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan dalam latar sosial-kebudayaan setiap masyarakat tertentu.

    Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan muncul dalam berbagai bentuk dan paham. Dilihat dari sejarahnya, Pendidikan Indonesia dapat dibagi secara urutan waktu yakni jaman pra-kolonial, masa prasejarah dan, masa sejarah, jaman kolonial ketika sistem pendidikan “modern” dari Eropa diperkenalkan, dan jaman kemerdekaan RI yang berlangsung hingga sekarang. Masing-masing jaman memiliki corak dan bentuk tersendiri (Rohman & Wibowo: 2016). Perkembangan zaman dan globalisasi turut mengubah pandangan hidup terkait pendidikan. Perkembangan industry 4.0 turut memberikan peluang dan tantangan bagi pendidikan saat ini. Untuk itu diperlukan antisipasi dan penyesuaian diri dengan berbagai tuntutan dan dinamika perubahan untuk mewujudkan Pendidikan yang lebih baik dan sesuai dengan zamannya.

    Jika kita melihat pada perkembangan konsep Pendidikan, menurut Nanang Bagus Subekti dalam Harian SindoNews.com tanggal 23 Maret 2015, pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara juga tidak kalah dengan pemikiran dan teori Pendidikan modern. Misalnya, Ki Hadjar Dewantara jauh lebih dulu mengenalkan konsep TriNga yang terdiri dari Ngerti (kognitif), Ngrasa (afektif) dan Nglakoni (psikomotorik) dari Taxonomy Bloom (cognitive, affective, psychomotor) yang terkenal. Konsep-konsep Ki Hadjar Dewantara tersebut diimplementasikan di Tamansiswa yang berdiri 3 Juli 1922, sedangkan Taxonomy Bloom dikenalkan pada tahun 1956 oleh Dr Benjamin Bloom. Ini salah satu bukti jika pemikiran Ki Hadjar Dewantara tidak kalah dengan ilmuwan barat.

    Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai Pendidikan telah menjadi citra tersendiri bagi sejarah Pendidikan di Indonesia. Konsep pendidikannya menampilkan kekhasan kultural Indonesia dan menekankan pentingnya pengolahan potensi-potensi peserta didik secara terintegratif. Pada titik itu pula, konsep pendidikannya sungguh kontekstual untuk kebutuhan generasi Indonesia pada masa itu. Dengan perkembangan zaman dan didukung dengan perkembangan revolusi industry 4.0, perubahan kebiasaan masyarakat dan pola hidup akan menyebabkan pergeseran kebudaaan masyarakat. Untuk saat ini, konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara masih dapat terus diterapkan, namun diperlukan penyesuaian terhadap perkembangan saat ini. Pendidikan yang bersifat kebangsaan dan nasionalisme selalu dibutuhkan untuk mendidik jiwa merdeka para anak bangsa agar mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan serta selalu mencintai tanah airnya sehingga mampu berpikir dan bersikap mandiri demi kemajuan bangsa


Sumber :

Rohmad, Saifur, & Wibowo, Agus. 2016. Filsafat Pendidikan Masa Depan : Kajian Filsafat Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Vebrianto S, Sigit. 2018. Refleksi Nilai- Nilai Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dalam Upaya Upaya Mengembalikan Jati Diri Pendidikan Indonesia. Jurnal Cakrawala Pendas. 4(1), 33-41.