Selasa, 28 Maret 2017

Makalah Sejarah Indonesia Kerajaan Islam di Maluku


Makalah Sejarah Indonesia
Kerajaan Islam di Maluku
Hasil gambar untuk logo sma n 1 pakem
Disusun Oleh:
1.      Fahmi Haritsah Tara                         07/X MIPA 3 
2.      Muhammad Adnan Hendrawan       18/X MIPA 3
3.      Nisaa Salsabil Wirahita                    22/X MIPA 3
4.      Radian Ririn Yulia Ardani                  24/X MIPA 3




SMA Negeri 1 Pakem
Jalan Kaliurang Km. 17,5, Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yoyakarta, 5582
Telepon (0274) 895283, (0274) 898343, Faksimile (0274) 895283
Website: sma1pakem.sch.id, E-mail: k1smapa@yahoo.com
Tahun Ajaran 2016/2017




Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang……………………………………………………………………1
1.2          Rumusan Masalah………………………………………………………………..1
1.3          Tujuan……………………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
2.1        Kerajaan Ternate………………………………………………………………...2
2.2          Kerajaan Tidore………………………………………………………………….3
2.3          Kerajaan Bacan………………………………………………………………….4
2.4          Kerajaan Tanah Hitu…………………………………………………………….4
2.5          Kerajaan Jailolo……………………………………………………………….....6
BAB III PENUTUP
3.1          Kesimpulan……………………………………………………………………….8
3.2          Daftar Pustaka…………………………………………………………………...8




BAB I
PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang
Kepulauan Maluku adalah kepulauan yang terkenal akan kekayaan hasil bumi yang melimpah sehingga dijuluki sebagai The Spicy Island. Kepulauan Maluku juga memiliki posisi yang strategis dalam perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Kedua hal tersebut  merupakan faktor yang membuat wilayah ini dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Pada abad ke-15 sampai ke-19 daerah tersebut menjadi wilayah rebutan antara bangsa Spayol, Portugis, dan Belanda. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.
 Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

1.2          Rumusan masalah
1.        Bagaimana perkembangan islam Kepulauan Maluku ?
2.        Apa saja kerajaan islam yang pernah berdiri di Kepulauan Maluku ?

1.3          Tujuan
1.    Mengetahui perkembangan islam di Kepulauan Maluku.
2.    Mengenal kerajaan islam yang pernah berdiri di Kepulauan Maluku.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1          Kerajaan Ternate
Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kerajaan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kerajaan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.
Raja islam Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Beliau masuk agama islam dikarenakan pengaruh dakwah Datuk Maulana Husin. Raja berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih). Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.
Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal kora-kora.
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2.2          Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Syahadati alias Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kerajaan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2.3          Kerajaan Bacan
Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke Kasiruta lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan rakyat Bacan adalah orang Makian yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya. Diperkirakan, Kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322. Tidak jelas bagaimana proses pembentukannya tetapi bisa ditaksir sama dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan tumbuh menjadi kerajaan.
Raja pertama Bacan, menurut hikayat tersebut adalah Said Muhammad Bakir, atau Said Husin, yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang Bertahta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja pertama ini berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertahta di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa desa di sekitar Pulau Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.
Pada zaman dahulu kala pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan menyatu dalam satu semenanjung, yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian datanglah seorang saudagar sekaligus pendakwah dari Jazirah Arab yang bernama Jafar Sadek ke Tanah Gapi. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521.
Masyarakat Bacan pada masa sebelum masuknya pengaruh Islam merupakan sebuah Kolano, yang didasarkan ikatan genealogis dan teritorial. Setelah Islam masuk sekitar tahun 1322, organisasi sosialnya mengambil bentuk Kesultanan dan Agama Islam sebagai faktor pengikat. Di Maluku Utara ada empat Kolano dan Kesultanan, di samping Bacan adalah Ternate, Tidore, dan Jailolo, yang kesemuanya disebut Moloko Kie Raha.
2.4          Kerajaan Tanah Hitu
Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.
Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :
a.         Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
b.        Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
c.         Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari : Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban. Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa dia ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala dia singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
d.        Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan dia, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan dia tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
e.         Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
f.         Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
g.        Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
h.        Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.
i.           Sebagai Pendatang terakhir adalah Pattiwane (nama gelaran) dari Tuban tiba di Tanah Hitu sebelum tahun 1468 sementara yang tiba tahun 1468 adalah anaknya yang bernama Kiyai Patty (gelaran)yang diutus ke Tuban untuk mempelajari dan memastikan sistem pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu, Dia tiba pada waktu dhuhur (Waktu Salat) tengah hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Malakone artinya biru Tua sesuai corak warna langit pada waktu siang (waktu salat), Dia Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Ollong. Pattiwne disebut juga Perdana Pattituban.
Awal mula pengaruh Islam adalah dengan kedatangan Empat Perdana tersebut, Kerajaan Hitu akhirnya terbentuk atas musyawarah. Dilakukan dengan menentukan salah satu raja dari salah satu perdanana yang ada. Dengan keputusan berdasarkan kemufakatan masyarakat. Sejak itulah kerajaan berdiri dengan kerukunan dan kejayaan dalam hal pertanian dan perdaganga. Sehingga Belanda begitu tertarik untuk menguasai daerah ini. Keempat Perdana tersebut pula yang sampai darah terakhir mencoba untuk mempertahankan tanah mereka dengan segala keasriannya. Meski akhirnya terdesak dan mengaku kalah.
2.5          Kerajaan Jailolo
Sebelum abad ke-17, ada satu kerajaan Islam, Kesultanan Jailolo, yang berpusat di Pulau Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara. Menurut legenda yang sempat dicatat sampai abad ke-14, kesultanan Jailolo merupakan kerajaan tertua di Maluku Utara hingga pada akhir abad ke-17 tidak tercatat lagi secara administratif karena dianeksasi oleh Kesultanan Ternate dengan bantuan VOC.
Sejak saat itu, seluruh kawasan di utara dan selatan Pulau Halmahera tergabung ke dalam wilayah kekuasaan Ternate. Sedangkan wilayah tengah Halmahera menjadi bagian kekuasaan Tidore. Sistem pemerintahan yang dibangun di Halmahera kemudian disesuaikan dengan kepentingan VOC. Membangun kantor perwakilan untuk penyediaan tenagakerja murah dan bahan pangan. Salah satu metode yang diterapkan adalah sistem upeti.
Setelah peristiwa aneksasi Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, muncul kembali upaya menghidupkan kembali Kesultanan Jailolo dari masyarakat Halmahera Utara. Upaya itu dimulai pada dekade pertama abad ke-19. Sayangnya hingga pertengahan abad ke-19, upaya itu tidak berkelanjutan
Islamisasi di Kesultanan Jailolo karena Jailolo saat itu merupakan Kerajaan yang memperoleh pengaruh dari Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore bahkan beberapa sumber menjelaskan bahwa Raja Jailolo merupakan keturunan dari Kerajaan Ternate dan Tidore.
Dalam sumber dikatakan bahwa Perang Jailolo yang mana saat itu Kerajaan Jailolo ditaklukkan oleh Kerajaan Ternate sehingga Kerajaan Jailolo posisinya merupakan Kerajaan taklukan Kerajaan Terajaan Ternate. Pada masa Pemerintahan Sultan Khairun (1540-1570) di Ternate, Kesultanan Jailolo pada saat itu dipimpin oleh Sultan Katara Bumi yang berkedudukan di Jailolo utara. Tercatat dalam sejarah bahwa Sultan Katara Bumi bersama Kesultanan Tidore berkuasa di masa laksamana Spanyol, Villalobos (1542) menyerang portugis di ternate yang akhirnya berlanjut menjadi perang Jailolo. Namun akibat dominasi pengaruh Portugis di Kesultanan Ternate pada masa itu sangat kuat dan adanya dukungan kekuatan Spanyol pada Kesultanan Tidore maka Kesultanan Ternate Berhasil menaklukkan Kesultanan Jailolo pada masa perang jailolo, perang Jailolo tercatat dalam sejarah bertepatan dengan masa Misionaris Jesuit yang terkenal di Maluku, yaitu Fransiskus Xaverius. Pasca penaklukan Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, Portugis dan Spanyol pada akhirnya telah menempatkan Kerajaan Jailolo di bawah Kekuasaan Kesultanan Ternate.













BAB III
PENUTUP
3. 1        Kesimpulan
Berdarasrakan uraian dan penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa Walisongo banyak berperan dalam proses Islamisasi di Maluku, dan sekitarnya Gerakan dakwah yang kultural serta sikapnya yang mampu membaur dengan masyarakat dan mengakulturasikan antara budaya pribumi dengan ajaran dan Syariat Islam membuat kiprah dakwah mereka berhasil.Sebagian besar masyarakat pribumi saat itu masih menganut ajaran Hindu-Budha yang juga sebagai ajaran resmi dianut Kerajaan Majapahit.
Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.
Peninggalan-peninggalan tersebut yang paling nyata adalah Mesjid tua Wapauwe ini terletak dekat dengan Benteng Amsterdam di desa Kaitetu, Kabupaten Hila, Provinsi Maluku. Untuk mengunjungi mesjid ini dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan menggunakan bis umum dari Ibukota Maluku, kota Ambon.
3. 2        Daftar Pustaka
http://jebongudik.blogspot.com/2012/03/perkembangan-islam-di-maluku.html
http://faktaandalusia.wordpress.com/2007/08/10/sejarah-awal-islam-maluku/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate





trimakasi