Kerajaan Islam di Maluku
Disusun Oleh:
1. Fahmi Haritsah Tara 07/X
MIPA 3
2. Muhammad Adnan Hendrawan 18/X
MIPA 3
3. Nisaa Salsabil Wirahita 22/X
MIPA 3
4. Radian Ririn Yulia Ardani 24/X
MIPA 3
SMA Negeri 1 Pakem
Jalan
Kaliurang Km. 17,5, Pakembinangun, Pakem, Sleman, Yoyakarta, 5582
Telepon
(0274) 895283, (0274) 898343, Faksimile (0274) 895283
Website:
sma1pakem.sch.id, E-mail: k1smapa@yahoo.com
Tahun
Ajaran 2016/2017
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang……………………………………………………………………1
1.2
Rumusan
Masalah………………………………………………………………..1
1.3
Tujuan……………………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kerajaan
Ternate………………………………………………………………...2
2.2
Kerajaan
Tidore………………………………………………………………….3
2.3
Kerajaan
Bacan………………………………………………………………….4
2.4
Kerajaan
Tanah Hitu…………………………………………………………….4
2.5
Kerajaan
Jailolo……………………………………………………………….....6
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan……………………………………………………………………….8
3.2
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………...8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kepulauan Maluku adalah kepulauan yang
terkenal akan kekayaan hasil bumi yang melimpah sehingga dijuluki sebagai The Spicy Island. Kepulauan Maluku juga
memiliki posisi yang strategis dalam perdagangan dunia di kawasan timur
Nusantara. Kedua hal tersebut merupakan
faktor yang membuat wilayah ini dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero
dunia. Pada abad ke-15 sampai ke-19 daerah tersebut menjadi wilayah rebutan
antara bangsa Spayol, Portugis, dan Belanda. Karena status itu pula Islam lebih
dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan
lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di
kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat
Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang
Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam
di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas
meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian
kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam
adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama
berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam
dalam pemerintahannya.
1.2
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana
perkembangan islam Kepulauan Maluku ?
2.
Apa
saja kerajaan islam yang pernah berdiri di Kepulauan Maluku ?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui perkembangan islam di
Kepulauan Maluku.
2. Mengenal kerajaan islam yang pernah
berdiri di Kepulauan Maluku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kerajaan
Ternate
Didirikan oleh Baab Mashur
Malamo pada 1257. Kerajaan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur
Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kerajaan Ternate menikmati
kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan
militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku,
Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga
sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.
Raja islam Ternate yang
pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Beliau masuk agama islam
dikarenakan pengaruh dakwah Datuk Maulana Husin. Raja berikutnya adalah
putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat
menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke
Filiphina Selatan. Beberapa
langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah Islam diakui sebagai agama
resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan
sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini
kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan.
Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin
pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa.
Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih). Zainal Abidin
memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate
berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan
Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami
puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh
kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga
tersebar sangat luas.
Perdagangan dan pelayaran
mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah menjadi
kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual
barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah.
Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan
Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.Sebagai kerajaan yang
bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak
menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari
Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat
sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari
kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal
kora-kora.
Kemunduran Kerajaan
Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan
oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli
daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan
Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka
kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan
Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk
Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil
menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan
terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2.2
Kerajaan
Tidore
Kerajaan Tidore terletak
di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja
Tidore pertama adalah Syahadati alias Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun
1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang
dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan
Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab
Pada tahun 1521, Sultan
Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kerajaan
Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol
dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai
pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan
paling independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan
Saifuddin (memerintah1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap
wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Kerajaan Tidore mencapai
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku
dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang
dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara
itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku
memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate
tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas,
meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang
Belanda yang berniat menjajah kembali.
Sebagai kerajaan yang
bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak
menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari
Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat
sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kerajaan Tidore terkenal
dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil
rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa.
Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kerajaan Tidore
disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh
bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah
penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate
sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian
bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.
Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam
bentuk organisasi yang kuat.
2.3
Kerajaan
Bacan
Kedudukan awal Kerajaan
Bacan bermula di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke Kasiruta lantaran
ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan rakyat Bacan adalah orang Makian
yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya. Diperkirakan, Kerajaan Bacan
didirikan pada tahun 1322. Tidak jelas bagaimana proses pembentukannya tetapi
bisa ditaksir sama dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Maluku, yakni bermula
dari pemukiman yang kemudian membesar dan tumbuh menjadi kerajaan.
Raja pertama Bacan,
menurut hikayat tersebut adalah Said Muhammad Bakir, atau Said Husin, yang
berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang Bertahta Kerajaan Moloku
Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja pertama ini berkuasa selama
10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertahta di Kerajaan Bacan Kolano
Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida Hasan berhasil merebut
kembali Pulau Makian dan beberapa desa di sekitar Pulau Bacan dari tangan Raja
Ternate, Tulu Malamo.
Pada zaman dahulu kala
pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan menyatu dalam satu semenanjung,
yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian datanglah seorang saudagar sekaligus
pendakwah dari Jazirah Arab yang bernama Jafar Sadek ke Tanah Gapi. Raja Bacan
pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun
1521.
Masyarakat Bacan pada masa
sebelum masuknya pengaruh Islam merupakan sebuah Kolano, yang didasarkan ikatan
genealogis dan teritorial. Setelah Islam masuk sekitar tahun 1322, organisasi
sosialnya mengambil bentuk Kesultanan dan Agama Islam sebagai faktor pengikat.
Di Maluku Utara ada empat Kolano dan Kesultanan, di samping Bacan adalah
Ternate, Tidore, dan Jailolo, yang kesemuanya disebut Moloko Kie Raha.
2.4
Kerajaan
Tanah Hitu
Kerajaan Tanah Hitu adalah
sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini
memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu
Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang
ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu
pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat
penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada
zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy,
Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang
beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme
barat ke wilayah Nusantara.
Kedatangan Empat Perdana
itu ke Tanah Hitu secara periodik :
a. Pendatang Pertama adalah Pattisilang
Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke
Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami suatu tempat
yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele
dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu
atau Perdana Jaman Jadi.
b. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai
Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama
Nyai Mas.
c. Menurut silsilah Turunan Raja Hitu
Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari : Muhammad Taha
Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah
Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti
Rasulullah. Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam
yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam
Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab
Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka
orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama
Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban. Adapun kedatangan
mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum
ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi,
dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia
Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa dia ini tinggal
di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak
cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala dia singgah di
suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a
(Labuhan Huseka’a).
d. Disana mereka temukan Keramat atau
Kuburan dia, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau
Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan dia tidak
ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
e. Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu
yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari,
dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna
alam pada malam hari.
f. Mereka tinggal disuatu tempat yang
diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban)
yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di
belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang
bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
g. Perdana Pattikawa disebut juga Perdana
Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya
di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu
Wapaliti dengan marganya Pelu.
h. Kemudian datang lagi Jamilu dari
Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam
bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai
dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten,
kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu
disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai,
karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan
Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari
Kapitan Hitu I.
i. Sebagai Pendatang terakhir adalah
Pattiwane (nama gelaran) dari Tuban tiba di Tanah Hitu sebelum tahun 1468
sementara yang tiba tahun 1468 adalah anaknya yang bernama Kiyai Patty
(gelaran)yang diutus ke Tuban untuk mempelajari dan memastikan sistem
pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah
Hitu, Dia tiba pada waktu dhuhur (Waktu Salat) tengah hari dalam bahasa Hitu
kuno disebut Malakone artinya biru Tua sesuai corak warna langit pada waktu
siang (waktu salat), Dia Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut
menjadi marganya yaitu marga Ollong. Pattiwne disebut juga Perdana Pattituban.
Awal mula pengaruh Islam
adalah dengan kedatangan Empat Perdana tersebut, Kerajaan Hitu akhirnya
terbentuk atas musyawarah. Dilakukan dengan menentukan salah satu raja dari
salah satu perdanana yang ada. Dengan keputusan berdasarkan kemufakatan
masyarakat. Sejak itulah kerajaan berdiri dengan kerukunan dan kejayaan dalam
hal pertanian dan perdaganga. Sehingga Belanda begitu tertarik untuk menguasai
daerah ini. Keempat Perdana tersebut pula yang sampai darah terakhir mencoba
untuk mempertahankan tanah mereka dengan segala keasriannya. Meski akhirnya
terdesak dan mengaku kalah.
2.5
Kerajaan
Jailolo
Sebelum abad ke-17, ada
satu kerajaan Islam, Kesultanan Jailolo, yang berpusat di Pulau Halmahera,
pulau terbesar di Maluku Utara. Menurut legenda yang sempat dicatat sampai abad
ke-14, kesultanan Jailolo merupakan kerajaan tertua di Maluku Utara hingga pada
akhir abad ke-17 tidak tercatat lagi secara administratif karena dianeksasi oleh
Kesultanan Ternate dengan bantuan VOC.
Sejak saat itu, seluruh
kawasan di utara dan selatan Pulau Halmahera tergabung ke dalam wilayah
kekuasaan Ternate. Sedangkan wilayah tengah Halmahera menjadi bagian kekuasaan
Tidore. Sistem pemerintahan yang dibangun di Halmahera kemudian disesuaikan
dengan kepentingan VOC. Membangun kantor perwakilan untuk penyediaan
tenagakerja murah dan bahan pangan. Salah satu metode yang diterapkan adalah
sistem upeti.
Setelah peristiwa aneksasi
Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, muncul kembali upaya menghidupkan
kembali Kesultanan Jailolo dari masyarakat Halmahera Utara. Upaya itu dimulai
pada dekade pertama abad ke-19. Sayangnya hingga pertengahan abad ke-19, upaya
itu tidak berkelanjutan
Islamisasi di Kesultanan Jailolo
karena Jailolo saat itu merupakan Kerajaan yang memperoleh pengaruh dari
Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore bahkan beberapa sumber menjelaskan bahwa
Raja Jailolo merupakan keturunan dari Kerajaan Ternate dan Tidore.
Dalam sumber dikatakan
bahwa Perang Jailolo yang mana saat itu Kerajaan Jailolo ditaklukkan oleh
Kerajaan Ternate sehingga Kerajaan Jailolo posisinya merupakan Kerajaan
taklukan Kerajaan Terajaan Ternate. Pada masa Pemerintahan Sultan Khairun
(1540-1570) di Ternate, Kesultanan Jailolo pada saat itu dipimpin oleh Sultan
Katara Bumi yang berkedudukan di Jailolo utara. Tercatat dalam sejarah bahwa
Sultan Katara Bumi bersama Kesultanan Tidore berkuasa di masa laksamana
Spanyol, Villalobos (1542) menyerang portugis di ternate yang akhirnya berlanjut
menjadi perang Jailolo. Namun akibat dominasi pengaruh Portugis di Kesultanan
Ternate pada masa itu sangat kuat dan adanya dukungan kekuatan Spanyol pada
Kesultanan Tidore maka Kesultanan Ternate Berhasil menaklukkan Kesultanan
Jailolo pada masa perang jailolo, perang Jailolo tercatat dalam sejarah
bertepatan dengan masa Misionaris Jesuit yang terkenal di Maluku, yaitu
Fransiskus Xaverius. Pasca penaklukan Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan
Ternate, Portugis dan Spanyol pada akhirnya telah menempatkan Kerajaan Jailolo
di bawah Kekuasaan Kesultanan Ternate.
BAB III
PENUTUP
3.
1
Kesimpulan
Berdarasrakan uraian dan
penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa Walisongo banyak berperan dalam
proses Islamisasi di Maluku, dan sekitarnya Gerakan dakwah yang kultural serta
sikapnya yang mampu membaur dengan masyarakat dan mengakulturasikan antara
budaya pribumi dengan ajaran dan Syariat Islam membuat kiprah dakwah mereka
berhasil.Sebagian besar masyarakat pribumi saat itu masih menganut ajaran Hindu-Budha
yang juga sebagai ajaran resmi dianut Kerajaan Majapahit.
Kedatangan Empat Perdana
merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis
sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali,
Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.
Peninggalan-peninggalan
tersebut yang paling nyata adalah Mesjid tua Wapauwe ini terletak dekat dengan
Benteng Amsterdam di desa Kaitetu, Kabupaten Hila, Provinsi Maluku. Untuk
mengunjungi mesjid ini dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan menggunakan
bis umum dari Ibukota Maluku, kota Ambon.
3.
2
Daftar
Pustaka
http://jebongudik.blogspot.com/2012/03/perkembangan-islam-di-maluku.html
http://faktaandalusia.wordpress.com/2007/08/10/sejarah-awal-islam-maluku/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate
trimakasi